Wednesday 27 April 2016



Lika-Liku Songket

(Kain Tenun Khas Palembang)


Songket hingga saat ini belum memiliki pengertian yang resmi, namun menurut bahasa Palembang, songketberasal dari kata disongsong dan di-teket. Kata “teket” dalam baso Palembang lamo artinya sulam. Kata tersebut merujuk pada proses penenunan dengan memasukkan benang dan peralatan lainnya ke Lungsindengan cara disongsong. Pembuatan kain songket pada dasarnya dilakukan dengan cara disongsong dan disulam. Pendapat lain mengatakan Songket Palembang berasal dari kata songko, yaitu kain penutup kepala yang dihias dengan benang emas.

Songket Palembang konon merupakan peninggalan dari kejayaan kerajaan Sriwijaya pada abad ke-9 Masehi. Kerajaan yang berdiri pada abad ke-7 ini pada perkembangannya kemudian mampu menguasai lalu lintas perdagangan di Selat Malaka, hingga mempunyai pengaruh cukup kuat di wilayah India dan Cina.

Kain Songket memberikan nilai tersendiri yang dapat menujukan “kebesaran” bagi orang-orang yang mengenakan dan membuatnya. Rangkaian benang yang tersusun dan teranyam rapi dengan pola simetris itu, menunjukkan bahwa kain songket dibuat dengan keterampilan masyarakat yang lebih dari sekedar memahami cara untuk membuat kain, akan tetapi keahlian dan ketelitian itu telah mendarah daging.

Sejak zaman prasejarah, nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal teknik menenun. Hal ini diperkuat dengan adanya penemuan tembikar dari zaman neolitik yang di dalamnya terdapat kain tenun kasar juga beberapa temuan fragmen kain tenun lainnya.


Salah satu yang menjadi “gudang tenun” di Nusantara adalah Pulau Sumatra. Setiap daerah di wilayah ini bahkan mempunyai ciri khas tenunannya masing-masing. Saling pengaruh-mempengaruhi antar tempat dan daerah di Pulau Sumatra tentu saja tidak dapat dihindarkan, interaksi budaya tenun antar etnis di Sumatra dan sekitarnya dimungkinkan terjadi karena letak geografis yang saling berdekatan satu sama lain; dapat dicapai dengan mudah. Songket Palembang sepintas tampak pengaruhnya pada kain-kain di wilayah Jambi, Riau, dan Sumatra Utara.

Sekian dulu, lain kali kita ketemu lagi, hhh.


Monday 25 April 2016

Songket  Kini

Ditinjau dari bahan, cara pembuatan, dan harganya; songket semula adalah kain mewah para bangsawan yang menujukkan kemuliaan derajat dan martabat pemakainya. Akan tetapi kini songket tidak hanya dimaksudkan untuk golongan masyarakat kaya dan berada semata, karena harganya yang bervariasi; dari yang biasa dan terbilang murah, hingga yang eksklusif dengan harga yang sangat mahal. Kini dengan digunakannya benang emas sintetis maka songket pun tidak lagi luar biasa mahal seperti dahulu kala yang menggunakan emas asli. Meskipun demikian, songket kualitas terbaik tetap dihargai sebagai bentuk kesenian yang anggun dan harganya cukup mahal.

Sejak dahulu kala hingga kini, songket adalah pilihan populer untuk busana adat perkawinan Melayu, Palembang, Minangkabau, Aceh dan Bali. Kain ini sering diberikan oleh pengantin laki-laki kepada pengantin wanita sebagai salah satu hantaran persembahan perkawinan. Pada masa kini, busana resmi laki-laki Melayu pun kerap mengenakan songket sebagai kain yang dililitkan di atas celana panjang atau menjadi destar, tanjak, atau ikat kepala. Sedangkan untuk kaum perempuannya songket dililitkan sebagai kain sarung yang dipadu-padankan dengan kebaya atau baju kurung.

Meskipun berasal dari kerajinan tradisional, industri songket merupakan kerajinan yang terus hidup dan dinamis. Para pengrajin songket terutama di Palembang kini berusaha menciptakan motif-motif baru yang lebih modern dan pilihan warna-warna yang lebih lembut. Hal ini sebagai upaya agar songket senantiasa mengikuti zaman dan digemari masyarakat.[9] Sebagai benda seni, songket pun sering dibingkai dan dijadikan penghias ruangan. Penerapan kain songket secara modern amat beraneka ragam, mulai dari tas wanita, songkok, bahkan kantung ponsel.

 sumber :https://id.wikipedia.org/wiki/Songket#Songket_kini